Jumat, 06 Maret 2020

PT. TELKOM VS PT. ARIA WEST


Ketika dikonfirmasikan soal rencana AWI untuk menyelesaikan perselisihan bisnis mereka dengan Telkom ke lembaga arbitrase internasional, Divisi Komunikasi AWI, Denni Koswara menyatakan bahwa arbitrase adalah pilihan terakhir yang akan mereka ambil.
"Seperti yang Anda telah ketahui, klausula arbitrase merupakan klausula standar yang terdapat dalam suatu kontrak bisnis. Dan klausula ini hanya akan berlaku ketika salah satu pihak melakukan atau tidak melakukan ketentuan tertentu yang diperjanjikan," ungkap Denni  kepada hukumonline.
AWI sendiri merupakan perusahaan yang pemegang saham terbesarnya PT Artimas Kencana Murni (52,5%) dan perusahaan telekomunikasi multinasional raksasa AT&T (35%). Perusahaan yang komisaris utamanya Edwin Soerdjajaya ini sedang menjalin hubungan dengan operator telekomunikasi besar Siemens dalam pembangunan SST lain.

Telkom Cidera Janji
Pernyataan pihak AWI ini agaknya ingin menegaskan kembali posisi PT Telkom yang dianggap telah cidera janji dalam kontrak KSO (kerjasama operasi). Sebelumnya,  pada 1 April 2001 AWI mengeluarkan rilis yang menyatakan pihaknya akan menyetop pembayaran pendapatan ke Telkom. Ini terkait dengan tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban Telkom dalam kontrak KSO.
Sebagai mitra KSO Telkom dalam pembangunan tambahan SST (satuan sambungan telepon) di Divisi Regional (Divre) III Jawa Barat, AWI diwajibkan mengeluarkan MTR (Minimum Telkom Revenue) untuk setiap SST yang telah terpasang. Di pihak lain, Telkom wajib membangun sejumlah 474.000 SST sebagai lawan prestasinya.
Dalam perjanjian itu, Telkom juga menyanggupi menyelesaikan 107.536 SST tambahan di Divre III pada akhir 1997. Atas dasar itulah kemudian AWI menyanggupi dan mulai membayar MTR pada Februari 1996. Akan tetapi, sampai dengan 30 Maret 2001, meminjam istilah AWI, Telkom gagal memenuhi kewajibannya.
Denni menjelaskan bahwa bagaimanapun juga, jumlah MTR adalah fixed karena acuannya adalah jumlah SST yang dianggap telah ada. "Sekarang yang terjadi kami telah membayar MTR tersebut mulai 1996, tetapi SST tambahan yang diperjanjikan ternyata belum terpasang," kata Denni. Itu merupakan konsekuensi logis karena 107.536 SST yang dijadikan asumsi awal tidak terpenuhi sebagaimana mestinya.

Tidak Memiliki Bukti
Sedangkan menurut Telkom, mereka telah memenuhi target 107.536 SST dan bahkan realisasinya telah melebihi target. Seperti diberitakan Kompas, Presiden Komunikasi Telkom, D. Amarudien, sejak November 1995 telah terbangun sebanyak 152.940 SST atau ALU (access line unit). Ditambah lagi, semua bukti-buktinya telah diserahterimakan kepada Direksi AWI pada 16 Juli 1997.
Ketika hal ini dikonfirmasikan ke AWI, mereka menyatakan berkas-berkas yang diserahkan Telkom pada 1997 itu hanyalah merupakan klaim, bukan bukti realisasi proyek. Terlebih lagi, AWI menganggap berkas-berkas tersebut tidak disertai dengan data pendukung yang cukup.
Dan tidak seperti yang diberitakan di beberapa media, Denni mengungkapkan bahwa pembayaran MTR yang dihentikan hanya sebesar 25% dari jumlah yang seharusnya. Sejak 1996 AWI membayar MTR kepada Telkom sebesar Rp340 miliar. AWI menghentikan pembayaran pendapatan atas saham tambahan kepada Telkom itu sebagai upaya untuk mengembalikan kelebihan pembayaran.

Negosiasi Buy Out Tersendat
Sebagai pilihan lain untuk menyelesaikan sengketa dengan Telkom, AWI saat ini tengah serius menjajaki opsi buy out. Akan tetapi, lagi-lagi negosiasi buy out pun berjalan tersendat. Pasalnya, harga yang diajukan Telkom sangat jauh terpaut dengan yang diinginkan AWI.
Untuk transaksi buy out ini, AWI mengajukan nilai AS$ 1,3 miliar, sedangkan Telkom di lain pihak merasa cukup dengan angka AS$ 260 juta. Nilai transaksi kedua mitra bisnis ini memang terpaut sangat jauh. Argumen Telkom yang menyertai angka AS$ 260 juta mengacu pada penilaian kinerja AWI.
Di sisi lain, AWI menyatakan jumlah itu masih jauh dari hasil proyeksi ABN Amro atas transaksi itu, yaitu sebesar AS$ 675 juta. ABN Amro dalam hal ini, menurut AWI, merupakan konsultan independen yang tidak ada hubungan bisnis dengan AWI dan juga Telkom. "Jadi penilaiannya pasti objektif," tegas Denni .
Sebenarnya, saat kontrak KSO ditandatangani pada 1995, AWI dan Telkom sepakat untuk melakukan kerjasama sampai dengan 2010. Kemudian di tengah jalan, lahirlah UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga pemerintah menawarkan mitra KSO Telkom lima opsi, yaitu modifikasi perjanjian, joint venture dengan Telkom atau Indosat, lisensi, dan yang terakhir buy out.
Tidak diperlukan analisa khusus untuk mengatakan bahwa negosiasi ini akan berjalan lebih alot ketimbang negosiasi pembelian silang saham Telkom dengan Indosat beberapa waktu lalu. Bila kedua pihak akhirnya sepakat akan membawa sengketa ini ke arbitrase internasional, urusannya bakal panjang dan repot.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

7 TEKNIK AUDIT

Fella Rahmawati (22216779) 4EB06 Vclass Minggu 12 AFAI  7 Teknik Audit :  Memeriksa Fisik (Physical examination) Memeriksa fisi...